Rabu, 08 Mei 2019

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN 8




LAPORAN KIMIA ORGANIK 1 
PERCOBAAN 8







DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD YAMIN
A1C117047

DOSEN PENGAMPU
Dr. Drs. SYAMSURIZAL, M.Pd.



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019






VII. Data Pengamatan
7.1. Kromatografi lapis tipis
No.
Sampel
Jarak
Noda(cm)
Jarak
Eluen (cm)
Rf
1
Buah naga
3,9
4,8
0,8125
2
Bayam
0,3
4,8
0,025
3
Nanas
3,8
4,8
0,79166
4
Bunga kertas
2,5
4,8
0,520
5
Semangka
3,7
4,5
0,8222
6
wortel
3,9
4,5
0,8666
7
pepaya
3,8
4,5
0,8444
8
Kentang
0
4,5
0
9
Tomat
4,1
4,7
0,8723
10
Bunga sepatu
4,0
4,7
0,8510

7.2. Kromatografi kolom
No.
Sampel
Banyak botol
Warna
Hasil TLC
1
Buah naga
6 botol
Bening semua
Tidak ada noda ang bergerak
2
Bayam
4 botol
1  (bening) 2 (Hijau) 3 (hijau pudar ) 4 (bening)
Noda tidak ada yang bergerak tetapi tapi noda 1,2,3 terlihat berwarna kekuningan pada garis bawah plat.
3
Nanas
3 botol
1 (bening) 2 (kuning keruh ) 3 (bening)
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
4
Bunga kertas
                                                                                                                                                    5 botol
1 ( bening ) 2 ( terdapat seperti minak ) 3 ( agak keruh ) 4 dan 5 ( bening )
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
5
Semangka
3 botol
1 (bening) 2 ( keruh ) 3 (bening)
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
6
wortel
3 botol
1 (bening) 2 ( kuning cerah ) 3 (bening)
Noda 1dan 3 tampak berwarna krim pada garis bawah tapi tidak bergerak
7
pepaya
4 botol
1 (bening) 2 ( kekuningan  ) 3 dan 4 (bening)
Noda satu tak terjadi apa2. Noda 2 dan 4 tampak noda krim pada garis bawah dan pada noda 3 bergerak naik dengan warna krim
8
Kentang
4 botol
1 (bening) 2 ( kuning keruh ) 3 dan 4 (bening)
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
9
Tomat
3 botol
1 (bening) 2 ( kemerahan) 3 (bening)
Pada noda ketiga berwarna abu2 dan bergrak naik ke atas
10
Bunga sepatu
4 botol
1 (bening) 2 dan 3( keruh  ) 4 ( keruh pudar )
Noda tidak tampak dan tidak bergerak

VIII. Pembahasan
Dalam memisahkan komponen-komponen suatu senyawa dapat dilakukan teknik kromatografi. pada umumnya ada prinsip dasar yang diterapkan dalam teknik kromatografi yaitu dimana pemisahannya didasarkan pada perbedaan gaya adhesi pada setiap jenis analit terhadap kedua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak sehingga akhirnya terjadi pemisahan pada masing-masing komponen penyusunnya. Dalam kromatrografi ada dua faktor yang mempengaruhi hasil pemisahan nya yaitu ada fase gerak dan fase diam. Pada umumnya fase gerak itu dapat berupa cairan atau gas. Selanjutnya fase diam merupakan suatu komponen yang mempunyai peranan penting dalam proses kromatografi.
Dengan demikian karena adanya kombinasi antara fase diam dan fase gerak maka kromatografi dapat dibedakan menjadi empat yaitu berupa cair-cair, cair-gas, gas-padat, dan padat-cair. ada beberapa jenis teknik kromatrografi yang sering digunakan yaitu ada teknik kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom dan kromatografi gas (Syamsurizal, 2019)

8.1 Kromatografi  Lapis Tipis
        Dalam percobaan kali ini kami melakukan kromatografi lapis tipis yang mana kromatografi lapis tipis merupakan suatu cara pemisahan dari campuran senyawa menjadi senyawa murni dan untuk mengetahui kuantitasnya  berdasarkan kecepatan distribusinya. Adapun keunggulan dari kromatografi lapis tipis yaitu sedikitnya pengunaan sampel, Kromatografi lapis tipis ini biasanya digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipid yang sulit dikerjakan pada kromatografi kertas. Kromatografi lapis tipis ini juga sebenarnya hampir sama seperti kromatografi kertas akan tetapi bedanya kalau kromatografi lapis ini menggunakan plat TLC yang berfungsi sebagai tempat sampel yang akan ditotolkan, peralatan yang digunakan juga cukup sederhana seperti Plat TLC, Chumber dan Sinar UV.
Pada percobaan ini kami akan melakukan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan sepuluh sampel yang mana sampel yang digunakan ini yaitu sampel dari buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga. sampelnya itu adalah buah naga, bayam, nanas, bunga kertas, semangka, wortel, papaya, kentang, tomat dan bunga sepatu. Pembuatan sampel yang akan dikromatografi ini yaitu hanya dengan cara mengambil sari dari buah tersebut menghasilkan sarinya, kemudian sarinya inilah yang nantinya akan diuji dalam kromatografi lapis tipis. Dalam percobaan kromatografi lapis tipis ini juga digunakan chumber  yang berfungsi sebagai wadah eluen dan juga tempat dari plat TLC. Plat TLC disini juga memiliki fungsi sebagai tempat sampel yang akan dikromatografi. Eluen yang digunakan pada percobaan ini yaitu campuran n-heksana dengan eil asetat dengan perbandingan 2:1. Yang mana pelarut n-heksan bersifat non polar sedangkan etil asetat bersifat semi polar. Eluen yang digunakan pada kromatografi lapis tipis ini disebut sebagai fase gerak sedangkan fasa  diam nya adalah plat tlc yang mana terbuat dari silica gel atau alumina.
Kromatografi lapis tipis yang kami lakukan ini sebanyak 3 kali sehingga kami juga menggunakanan 3 Plat TLC yang masing-masingnya sebelumnya digaris dengan ukuran 5x3 cm. Langkah yang kami lakukan awalnya yaitu pertama kami menotolkan sampel yang akan dikromaografi pada Plat TLC yang mana satu plat TCL kami menggunakan 4 sampel. Penotolan sampel pada plat TLC kami menggunakan pipa kapiler. Saat penotolan sampel pada plat TCL menggunakan pipa kapiler ini setelah penotolan satu jenis sampel dan ketika ingin menotolkan jenis sampel kedua maka pipa kapilernya terlebih dahulu dicuci dan dilap pakai tissue. Tujuan dilap pakai tissue yaitu supaya sisa sampel pada pada pipa kapiler keluar. Kemudian eluen yang kami gunakan dimasukkan kedalam chumber. Empat sampel pertama yang kami kromatografi yaitu buah naga, bayam, nanas dan bunga kertas. Setelah empat sampel pertama ini ditotolkan pada plat TLC maka plat TLC nya ini kami masukkan kedalam chumber yang berisi eluen berupa campuran n-heksan dan etil asetat dan ditunggu beberapa saat hingga terlihat pergerakan sampel. Tujuan dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen yaitu untuk melihat pergerakan 4 sampel dan juga melihat kesesuaian antara sampel dan eluen yang digunakan yang nantinya ditandai dengan pergerakan sampel pada plat TLC. Setelah terlihat pergerakan sampel maka untuk memperjelas noda tersebut maka plat TLC itu di senterin dengan sinar uv, yang mana sinar uv nya ini kami menggunakan aplikasi di handphone. Tujuan dari sinar uv ini untuk memperjelas warna noda dan memudahkan kami untuk mengukur jarak yang ditempuh noda maupun jarak yang ditempuh pelarut yang mana setelah disenterin dengan sinar uv tadi noda yang tampak ditandai dengan pensil agar mudah untuk mengukurnya. Pada empat sampel pertama ini hasilnya yaitu jarak yang ditempuh pelarutnya yaitu 4,8 cm sedangkan jarak yang ditempuh sampel yaitu buah naga 3,9 cm, bayam 0,3cm, nanas 3,8cm dan bunga kertas 2,5 cm. Sehingga dengan diketahui nya jarak yang ditempuh pelarut dan jarak yang ditempuh noda maka dapat dihitung harga rf dari masing masing sampel dengan cara membagi jarak yang ditempuh noda dengan jarak yang ditempuh pelarut. Hasilnya yaitu harga Rf masing-masing sampel adalah untuk buah naga harga Rf nya yaitu 0,8125cm, untuk harga Rf sampel bayam yaitu 0,0625cm, kemudian harga Rf untuk sampel nanas yaitu 0,79167cm dan harga Rf pada sampel bunga kertas yaitu 0,52083cm. Jadi dari kromarografi dengan 4 sampe pertama ini bahwa semua sampel sesuai dengan eluen yang digunakan yaitu n-heksan dan etil asetat karena semua sampel mengalami pergerakan akan tetapi ada yang jaraknya jauh dan ada juga yang lebih cepat mengalami pergerakan.
Kemudian percobaan kromatografi lapis tipis yang kami lakukan yang kedua ini kami juga menggunakan 4 sampel yang akan ditotolkan kedalam plat TLC yang telah digarisin dengan ukuran 3X5 cm yang mana berfungsi untuk mebatasin atau menandakan batas penotolan sampel. Langkah yang kami lakukan pada kromatografi lapis tipis yang kedua ini pada dasarnya sama seperti yang tadi hanya saja bedanya yaitu sampel yang digunakan. Sampel yang digunakan pada kromatografi lapis tipis yang kedua ini yaitu semangka, wortel, pepaya dan kentang. Pelarut atau eluen yang digunakan juga sama seperti kromatografi lapis tipis yang pertama yaitu berupa campuran n-heksan dan etil asetat. Kemudian pelarut ini dimasukkan kedalam chumber dan juga sampel yang akan dikromatografi ini ditotolkan pada plat TLC dengan menggunakan pipa kapiler yang mana pada saat penotolan sampel tidak boleh lewat dari garis yang telah dibuat dan juga setelah penotolan satu sampel ,pipa kapiler yang digunakan itu harus dicuci dulu dan dikeringkan dengan tisu agar ketika menotolkan jenis sampel yang kedua tidak bercampur dengan sisa sampel yang pertama tadi. Sehingga setelah ke empat sampel yang berupa semangka, wortel, pepaya dan kentang ini siap ditotolkan pada plat TLC. Selanjutnya plat TLC yang telah ditotolkan sampel tersebut dimasukkan kedalam chumber yang berisi eluen dan ditutup serta ditunggu beberapa saat hingga terlihat pergerakkan sampel maupun pelarut pada plat TLC. Sehingga setelah terlihat pergerakannya maka plat TLC dikeluarkan dari dalam chumber dan disinarin dengan sinar uv untuk memperjelas jarak yang ditempuh pelarut maupun sampel. Yang mana saat di sinarin pakai sinar uv ini noda-noda ini ditandai dengan pensil dan dihitung jaraknya yang nantinya akan digunakan untuk menentukan harga Rfnya. Hasil yang didapat dari masing-masing sampel yaitu jarak yang ditempuh semangkan 3,7cm, jarak yang ditempuh wortel 3,9cm, jarak yang ditempuh pepaya yaitu 3,8 cm dan untuk kentang hasilnya itu tidak ada pergerakan pada plat TLC sedangkan jarak yang ditempuh pelarutnya yaitu 4,5 cm. Dengan demikian dari hasil jarak yang diukur pada masing- masing sampel maupun pelarut pada plat TLC sehingga didapat hasil harga Rf nya yaitu pertama untuk semangka harga Rf nya 0,822cm, kedua harga Rf dari wortel yaitu 0,867cm, ketiga harga Rf pada pepaya yaitu 0,844cm dan terakhir harga Rf pada kentang yaitu 0 cm hal ini dikarenakan kentang tidak mengalami pergerakan pada plat TCL. Sehingga dari percobaan kromatografi lapis tipis yang kedua ini bisa dilihat bahwa ada sampel yang tidak sesuai dengan eluen yang digunakan sehingga tidak mengalami pergerakan sedangkan pada ketiga sampel lainnya itu mengalami pergerakan atau bisa dikatan sesuai dengan eluen yang mana ditandai dengan pergerakan sampel itu pada plat TLC.
Selanjutnya kromatografi lapis tipis yang kami lakukan ketiga ini, kami hanya menggunakan 2 sampel yaitu tomat dan bunga sepatu. Pelarut yang kami gunakan juga sama yaitu n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 2:1. Langkah yang kami lakukan juga sama seperti yang tadi yaitu menotolkan sampel pada plat TLC dengan menggunakan pipa kapiler dan kemudian dimasukkan kedalam chumber yang berisi eluen dan ditunggu beberapa saat hingga terlihat pergerakan dan setelah itu dikeluarkan dan disinarin dengan sinar uv untuk menandai atau memperjelas noda sehingga bisa di ukur jaraknya. Hasil jarak yang ditempuh masing-masing sampel yaitu untuk tomat jarak yang ditempuh 4,1cm dan bunga sepatu 4 cm sedangkan jarak yang ditempuh pelarutnya yaitu 4,7 cm. Sehingga harga Rf masing-masing sampel yaitu tomat 0,8723cm dan bunga sepatu 0,8510 cm. Jadi bisa dilihat bahwa kedua sampel ini bisa dikatakan bahwa sesuai dengan eluen yang digunakan karena kedua sampel ini sama-sama mengalami pergerakan.
Jadi berdasarkan percobaan ini bisa dilihat bahwa dari sepuluh sampel yang dikromatografi ini hanya satu sampel yang tidak sesuai dengan eluen yang digunakan yaitu sampel kentang. Hal ini dikarenakan semakin bersifat polar suatu sampel maka semakin sulit suatu sampel tersebut mengalami pergerakan karena silika gel ini memiliki sifat yang polar juga sehingga semakin kuat fasa diam atau silica gel ini mengikat suatu sampel yang memiliki sifat yang sama. Akan tetapi untuk sampel yang mengami pergerakan yang jauh atau jarak yang ditempuhnya jauh hal ini berarti sampel tersebut bersifat non polar sehingga silica gel atau fasa diam tidak terlalu kuat mengikat sampel tersebut karena memiliki sifat yang tak sama. Atau bisa dikatakan bahwa jika fasa diam bersifat polar maka untuk sampel yang bersifat non polar semakin jauh pergerakan nya atau semakin besar jarak yang ditempuh nya serta semakin besar pula harga Rf sedangkan sampel yang bersifat non polar semakin kecil jarak yang ditempuh dan semakin kecil pula harga Rf nya.
8.2 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan pemisahan yang dilakukan dengan menggunakan alat berupa kolom kromatografi seperti pipa kaca yang mana prinsipnya berdasarkan kecepatan distribusi dalam suatu adsorben. Tujuan kromatografi kolom ini yaitu untuk memisahkan pigmen yang terdapat dalam daun maupun buah. Pada kromatografi kolom ini fasa diam yang digunakan yaitu berupa silica gel dan fasa geraknya yaitu eluen. Yang mana pada percobaan ini fase gerak yang kami gunakan yaitu ada beberapa macam yaitu n-heksan, etil asetat, metano dan kloroform.
Jika pada kromatografi lapis tipis menggunakan plat TLC maka berbeda dengan kromatografi kolom yang menggunakan kolom yang bisa terbuat dari pipet tetes. Kolom tersebut disumbat oleh kapas pada bagian bawah, kapas tersebut tidak boleh terlalu tebal karena sampel akan sulit untuk menetes dan tidak boleh terlalu tipis karena memungkinkan silica gel nya dapat ikut turun pada proses penetesan. Kolom kromatografi tersebut di teteskan oleh n-heksan yng berguna membersihkan bagian tepi kolom oleh kapas yang menempel. Kromatografi kolom ini menggunakan silica gel yang berfungsi untuk memadatkan kolom. Sebelumnya silica gel tersebut dimasukkan kedalam larutan n-heksan. Setelah kolom kromatografi siap untuk digunakan, dimasukkan sampel kedalam kolom yang sebelumnya di tambahkan silica gel pada setiap sampel yang akan di uji. Sampel yang dimasukkan kedalam kolom sedikit saja. Selanjutnya dimasukkan pelarut yang sesuai untuk setiap sampel yang mana setiap sampel menggunakan pelarut yang berbeda sesuai dengan sifat kepolaran dari masing-masing sampel yang dapat kita lihat pada panjang sampel bergerak pada kromatografi lapis tipis sebelumnya.
1.      Sampel Buah Naga
Sampel buah naga ini menggunakan pelarut n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 8:1 Setelah di diamkan beberapa saat hingga pelarutnya habis tetapi sampel tidak turun kebawah lalu ditambah pelarut yang kedua dengan komposisi yang sama tetapi menggunakan perbandingan 16 : 2, hingga pelarut yang kedua ini habis sampel hanya turun sedikit. Dan ditambahkan pelarut yang ketiga dengan komposisi yang sama dan perbandingan 16 : 2, masih tetap sama sampel belum turun semua hanya turun sedikit demi sedikit. Dan ditambahkan pelarut yang keempat dengan komposisi sama dan perbandingan 15 : 5, hingga pelarut ini habis sampel masih tetap tidak turun semua. Setiap larutan yang menetes tadi ditampung pada botol kecil dan diberi tanda botol ke I,II, III, dst. Yang nantinya setiap botol akan diuji lagi menggunakan kromatografi lapis tipis.
Larutan yang di masukkan ke dalam botol sesuai dengan urutan penetesan ditutup dengan aluminium foil tetapi diberi lobang-lobang kecil dan di biarkan selama 1 minggu. Karena larutan tersebut menguap membuat botol menjadi kering dan kami tambahkan metanol sebanyak 1 tetes pada setiap botol. Kemudian di totolkan pada plat TLC yang sudah disediakan dengan urutan (crude, botol I, botol II, dst). Di dapat lah hasil yaitu crude nya bergerak ke atas sedangkan larutan untuk botol I,II,III,IV dan V tidak bergerak dan tidak kelihatan noda nya.
2.      Sampel Bayam
       Pada sampel bayam ini, pelarut yang digunakan yaitu n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 5 : 10. Dimana etil asetat bersifat semi polar dan n-heksan bersifat non polar. Setelah di tetesi pelarut, sampel bayam perlahan mulai turun ke bawah dan larutan yang keluar ditampung pada botol kecil. Botol yang pertama berwarna bening, botol yang kedua berwarna hijau, botol yang ketiga berwarna hijau pudar, botol keempat berwarna bening dan botol kelima juga berwarna bening. Selanjutnya di lakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang sama seperti sampel buah naga. Pada sampel bayam ini botol I,II, dan III setelah di sinari oleh lampu UV terlihat noda tetapi hanya pada garis batas yang ditandai sebelumnya menggunakan pensil.
3.      Sampel Nanas
       Pada sampel nanas, pelarut yang digunakan untuk kromatografi kolom yaitu kloroform : metanol dengan perbandingan 3 : 1. Kloroform bersifat non polar dan metanol bersifat polar. Setelah di tetesi pelarut, sampel nanas perlahan mulai turun ke bawah dan larutan yang keluar ditampung pada botol kecil. Botol yang pertama berwarna bening, botol yang kedua berwarna putih keruh, botol yang ketiga berwarna bening. Selanjutnya di lakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang sama seperti sampel buah naga. Setelah disinari dengan lampu UV, tidak ada satupun noda yang tampak mungkin dikarenakan pada saat proses kromatografi kolom, silica gelnya pecah sehingga menyebabkan hasil tidak akurat lagi.
4.      Sampel bunga kertas
       Proses kromatografi kolom untuk sampel bunga kertas ini menggunakan pelarut kloroform. Kloroform ini sendiri bersifat non polar yang digunakan pada sampel yang bergerak sampai setengah dari plat TLC. Setelah di tetesi pelarut, sampel bunga kertas perlahan mulai turun ke bawah dan larutan yang keluar ditampung pada botol kecil. Botol yang pertama berwarna bening, botol yang kedua berwarna bening seperti ada minyak-minyak, botol yang ketiga berwarna putih keruh, botol keempat berwarna bening dan botol kelima juga berwarna bening. Selanjutnya di lakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang sama seperti sampel buah naga. Hasil yang didapat yaitu crude bergerak naik, sedangkan larutan pada setiap botol tidak terlihat noda yang timbul.
5.      Sampel Semangka
       Sampel semangka pada kromatografi lapis tipis bergerak jauh ke atas sehingga pelarut yang digunakan adalah n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2. Setelah pelarut dimasukkan kedalam kolom, sampel secara langsung turun kebawah dan larutan yang keluar di tampung pada botol kecil, botol yang pertama berwarna bening, botol yang kedua berwarna kuning pudar dan botol yang ketiga berwarna bening. Selanjutnya dilakukan proses yang sama seperti yang dijelaskan pada sampel buah naga. Hasil yang didapat yaitu crude nya bergerak naik dan noda nya berwarna kuning pudar.
6.      Sampel Wortel
       Sama seperti sampel semangka, wortel juga bergerak naik jauh ke atas pada saat proses kromatografi lapis tipis sehingga menggunakan pelarut yang sama dan perbandingan yang sama pula. Setelah pelarut dimasukkan, sampel perlahan mulai turun dari kolom. Selanjutnya di lakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang sama seperti sampel buah naga. Hasil yang didapat yaitu crude nya bergerak naik, warna noda nya kuning, botol I,II dan III, tidak bergerak sama sekali tetapi setelah disinari lampu UV terlihat noda berwarna kuning pudar.
7.      Sampel pepaya
       Sama seperti sampel semangka dan wortel, sampel pepaya juga bergerak naik jauh ke atas pada saat proses kromatografi lapis tipis sehingga menggunakan pelarut yang sama dan perbandingan yang sama pula yaitu n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2. Pada saat pelarut dimasukkan ke dalam kolom kromatografi, perlahan pelarut mulai menetes ke dalam botol kecil tetapi sampel masih tetap pada posisi awal dihasilkan warna bening (Botol I), setelah botol berisi setengah diganti dengan botol yang kedua. Pada botol yang kedua ini larutan yang dihasilkan berwarna kuning pudar yang mana sampel sudah mulai turun kebawah. Setelah botol II ini berisi setengah larutan, botol diganti dengan botol ketiga yang mana sampel sudah turun semua dan warna larutan yaitu bening. Setelah botol III ini berisi setengah, botol di ganti dengan botol keempat yang dihasilkan larutan berwarna bening. Selanjutnya di lakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang sama seperti sampel buah naga. Hasil yang didapat yaitu crude bergerak ke atas dan noda berwarna orange. Botol kedua tidak bergerak tetapi noda terlihat berwarna kuning pudar. Botol yang ketiga bergerak dan dihasilkan noda berwarna kuning pudar. Botol yangkeempat tidak bergerak dan dihasilkan noda berwarna kuning pudar.
8.      Sampel kentang
       Pada saat proses kromatografi lapis tipis, sampel kentang tidak bergerak sama sekali sehingga digunakan pelarut kloroform : metanol dengan perbandingan 3 : 1 yang digunakan sebanyak 15 mL kloroform dan 5 mL metanol. Pada botol yang pertama dihasilkan larutan berwarna bening, botol yang kedua berwarna kuning keruh, botol yang ketiga berwarna bening dan botol yang keempat berwarna bening. Selanjutnya di lakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang sama seperti sampel buah naga. Hasil yang didapatkan yaitu crude tidak bergerak tetapi terdapat noda berwarna abu-abu.
9.      Sampel Tomat
       Pada saat proses kromatografi lapis tipis, sampel tomat bergerak  cepat sehingga digunakan pelarut n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 3 : 1. Pada botol yang pertama dihasilkan larutan yang berwarna bening, botol yang kedua berwarna kemerahan dan botol yang ketiga berwarna bening kembali. Selanjutnya di lakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang sama seperti sampel buah naga. Hasil yang di dapat yaitu botol yag ketiga terdapat noda yang berwarna abu-abu tetapi tidak bergerak.
10.  Sampel bunga sepatu
       Sama seperti sampel tomat, bunga sepatu juga bergerak cepat sehingga digunakan pelarut n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 3 : 1. Pada botol yang pertama dihasilkan larutan yang berwarna bening, botol yang kedua berwarna keruh dan botol yang ketiga juga berwarna keruh. Selanjutnya di lakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang sama seperti sampel buah naga. Hasil yang didapat yaitu pada crude tampak noda berwarna kuning pudar tetapi tetap pada garis. Dan untuk botol I,II,III tidak terdapat apa-apa.
Jadi berdasarkan percobaan ini bisa dikatakan bahwa kesesuai eluen yang digunakan terhadap sampel yang dikromatografi dalam kromatografi kolom sangat mempengaruhi yang mana jika pelarut yang digunakan sesuai maka sampel dalam kolom akan cepat turun kebawah melewati silica gel ketika dimasukkan pelarut dan sebaliknya jika eluen yang digunakan kurang sesuau dengan sampel maka sampel akan lama turun melewati silica gel dan juga membutuhkan eluen dengan jumlah banyak dan juga membutuhkan waktu yang lama sampai sampel turun melewati silica gel. Kemudian kesesuaian sampel dengan eluen yang digunakan untuk kromatografi dapat kita ketahui dengan cara kromatografi lapis tipis.

IX. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Teknik dasar TLC yaitu penotolan cuplikan, pengembangan dan identifikasi penampakan noda dan teknik dasar kromatografi kolom yaitu pengisian sampel, penyerapan dan ekstraksi.
Azas Penting dari kromatografi adalah bahwa senyawa yang berbeda mempunyai koefisien distribusi yang berbeda diantara fase diam dan fase gerak.
Kelebihan dari kromatografi lapis tipis dibanding kolom adalah : pengerjaannya membutuhkan waktu yang cepat, bahan yang diperlukan bisa di sesuaikan dengan kebutuhan, serta proses pemisahannya berlangsung baik.

X. Daftar pustaka
Fessenden .1997. Dasar – dasar kimia organik . Jakarta : Binarupa Aksara.
http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/ diakses tanggal 12 april 2019.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik .Jakarta: UI-Press
Soebagio, dkk. 2000. Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang.
Mila wati dkk. 2017. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Dari Fraksi Etil Asetat Pada Daun Berwarna Merah Pucuk Merah (Syzygium Myrtifilium Walp.) . Jurnal Kimia Mulawarman . Volume 14 Nomor 2
Tim Kimia Organik. 2015. Penuntun pratikum kimia  orgaik 1. Jambi : universitas jambi
Wulandari, Lestyo dkk., 2013, Pengembangan Dan Validasi Metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri Untuk Penetapan Kadar Teofilin Dan Efedrin Hidroklorida Secara Simultan Pada Sediaan Tablet, JKTI, Vol 15, No 1.

XI. Lampiran

10 ekstraks sampel

proses TLC

proses memasukan silica gel kedalam Kolom

proses impeknasi

proses memasukkan eluen pada kolom


XII. Pertanyaan!
1. Kenapa digunakan pipa kapiler dalam percobaan kromatografi?
2. Dalam percobaan kromotografi lapis tipis dan kolom, plat TLC yang dihasilkan disinari dengan sinar UV, kenapa dilakukan penyinaran sinar UV?
3. Berdasarkan hasil perhitungan Rf yang diperoleh, mengapa nilai Rf ada yang besar dan ada yang kecil?


3 komentar:

  1. Saya mencoba menjawab pertanyyan nomor 2. Menurut saya, Fungsi disinari sinar UV yaitu untuk memperjelas warna noda dan memudahkan dalam mengukur jarak yang di tempu. (Dinda Anggun,A1C117079)

    BalasHapus
  2. Novela melinda (A1C117007) untuk pertanyaan nomor 1, menurut saya digunakan pipa kapiler agar penotolan pada plat TLC dapat tertotol dengan baik

    BalasHapus
  3. Febby Marcelina Murni (A1C117037), akan menjawab pertanyaan nomor 3. Harga Rf selalu mempunyai nilai yang besar dan ada pula yang kecil, hal ini dipengaruhi sifat dari sampelnya. Bila sampel nilai Rf nya tinggi maka sampel tersebut bersifat non polar, sedangkan sampel yang memiliki nilai Rf kecil maka sampel tersebut bersifat polar.

    BalasHapus

 Guru Muda